Home » , , , » Isra’ Mi’raj Dalam Kacamata Sains Modern

Isra’ Mi’raj Dalam Kacamata Sains Modern

BACA ARTIKEL - FENOMENAL dan KONTROVERSIAL  
Sejak semula, peristiwa Isra’ Mi’raj memang telah menjadi suatu peristiwa yang sangat fenomenal dan kontroversial. Disebut fenomenal karena peristiwa ini tidak pernah terjadi sebelumnya dan bahkan diyakini tidak akan terjadi lagi di masa depan. Sedangkan disebut kontroversial karena peristiwa itu telah  menyulut perdebatan yang sangat panjang sejak 15 abad yang lalu sampai zaman sekarang.

Karena itu, tidak heran jika peristiwa ini dikenang sepanjang masa dan diperingati sebagai peristiwa besar dalam sejarah agama Islam, baik dalam konteks keimanan maupun ilmu pengetahuan. Kejadiannya sendiri memang menarik untuk dikaji dan dicermati. Bayangkan, dalam suasana peradaban yang tergolong terbelakang dari sisi sains dan teknologi, Rasulullah SAW telah mengalami perjalanan yang sangat menakjubkan. Bahkan bisa disebut mustahil.
Beliau bercerita kalau telah melakukan perjalanan malam dari Mekkah ke Palestina yang berjarak sekitar 1.500 km hanya dalam waktu semalam. Bahkan, sebenarnya bukan satu malam melainkan setengah malam.

Memang kejadian itu bagi orang sekarang bukanlah sesuatu yang mengherankan. Apalagi, setelah berkembang teknologi transportasi yang semakin canggih, seperti mobil, kereta api dan pesawat terbang. Jarak antara Mekkah-Palestina bisa ditempuh dengan waktu lebih cepat. Namun persoalan menjadi sangat jauh berbeda ketika berbicara tentang perjalanan tahap kedua yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Jika pada perjalanan pertama beliau bergerak horisontal dari  Mekkah ke Palestina, maka pada perjalanan tahap keduanya beliau melakuakn perjalanan vertikal menuju langit ketujuh. Sungguh sebuah kejadian yang semakin tidak bisa dicerna oleh akal. Bukan hanya orang-orang zaman itu, melainkan juga oleh orang-orang zaman modern ini.
Setidaknya, ada 2 pertanyaan yang menarik keingintahuan kita.
  1. Dimanakah langit ketujuh berada?
  2. Bagaimana mungkin seorang manusia bisa bergerak sangat cepat dan menjelajahi langit sampai ke tingkat tujuh hanya dalam waktu beberapa jam saja. Apakah ini bukan sekedar cerita fantasi belaka ?

TINJAUAN SAINS MODERN
Allah Swt berfirman di dalam Alquran Surah Al-Israa’ ayat 1:
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda–tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dari ayat tersebut tampak jelas bahwa perjalanan luar biasa itu bukan kehendak dari Rasulullah Saw sendiri, tapi merupakan kehendak Allah Swt. Untuk keperluan itu Allah mengutus malaikat Jibril as (makhluk berdimensi 9) beserta malaikat lainnya sebagai pemandu perjalanan suci tersebut. Dipilihnya malaikat sebagai pengiring perjalanan Rasulullah Saw dimaksudkan untuk mempermudah perjalanan melintasi ruang waktu.

Selain Jibril as dan kawan-kawan, dihadirkan juga kendaraan khusus bernama Buraq, makhluk berbadan cahaya dari alam malakut. Nama Buraq berasal dari kata barqun yang berarti kilat. Perjalanan dari kota Makkah ke Palestina berkendaraan Buraq tersebut ditempuh dengan kecepatan cahaya, sekitar 300.000 kilo meter per detik.

Pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana bisa sebuah perjalanan dengan kecepatan cahaya itu dilakukan oleh badan Rasulullah Saw yang terbuat dari materi padat? Untuk malaikat dan Buraq tidak ada masalah karena badan mereka terbuat dari cahaya juga. Seandainya badan bermateri padat seperti tubuh kita dipaksakan bergerak dengan kecepatan cahaya, bisa diduga apa yang akan terjadi. Badan kita mungkin akan tercerai-berai karena ikatan antar molekul dan atom bisa terlepas.

Jawaban yang paling mungkin untuk pertanyaan itu adalah tubuh Rasulullah Saw diubah susunan materinya menjadi cahaya. Bagaimanakah hal itu mungkin terjadi?

Teori yang memungkinkan adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materinya. Dan jika materi direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bisa lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.

Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika partikel proton direaksikan dengan antiproton, atau elektron dengan positron (anti elektron), maka kedua pasangan tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gamma, dengan energi masing-masing 0,511 MeV (Multiexperiment Viewer) untuk pasangan partikel elektron, dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton.

Sebaliknya apabila ada dua buah berkas sinar gamma dengan energi sebesar tersebut di atas dilewatkan melalui medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi 2 buah pasangan partikel tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa materi bisa dirubah menjadi cahaya dengan cara tertentu yang disebut annihilasi dan sebaliknya.

Nah, kalau dihitung jarak Mekkah – Palestina sekitar 1500 km ditempuh dengan kecepatan cahaya, maka hanya dibutuhkan waktu sekitar 0,005 detik dalam ukuran waktu kita di bumi.
Sesampainya di Palestina tubuh Rasulullah Saw dikembalikan menjadi materi. Peristiwa ini mungkin lebih dikenal seperti teleportasi dalam teori fisika kwantum. Dari Palestina dilanjutkan dengan perjalanan antar dimensi ke Sidratul Muntaha, yakni dari langit dunia (langit pertama) ke langit kedua, ketiga sampai dengan langit ketujuh dan berakhir di Sidratul Muntaha.

Yang perlu dipahami adalah perjalanan antar dimensi bukanlah perjalanan berjarak jauh atau pengembaraan angkasa luar, melainkan perjalanan menembus batas dimensi. Karena walaupun tubuh Rasulullah Saw diubah menjadi cahaya seperti perjalanan dari Mekkah ke Palestina, tidak akan selesai menempuh perjalanan di langit pertama saja. Bukankah untuk menempuh diameter alam semesta diperlukan 30 miliar tahun dengan menggunakan kecepatan cahaya. Jadi bagaimana caranya?

Seperti telah disebutkan di atas dalam penjelasan posisi antar dimensi bahwa posisi langit kedua dengan langit pertama dianalogikan seperti sebuah ruangan berdimensi 3 dengan dinding tembok berdimensi 2. Makhluk bayangan berdimensi 2 di tembok tidak bisa memasuki ruangan berdimensi 3, kecuali ada bantuan dari makhluk berdimensi lebih tinggi, minimal dari makhluk berdimensi 3, yakni balok. Caranya si balok menempelkan salah satu sisinya ke tembok dan makhluk bayangan menempelkan diri ke sisi balok itu. Dengan menempel di sisi balok dan mengikutinya, makhluk bayangan bisa memasuki ruang berdimensi 3 dan meninggalkan wilayah berdimensi 2, yakni dinding tembok.

Begitulah kira-kira analogi bagaimana Rasulullah Saw melakukan perjalanan antar dimensi. Dengan kehendak Allah Swt, Jibril membawa Rasulullah Saw melakukan perjalanan dari langit pertama hingga langit ketujuh lalu ke Sidratul Muntaha. Perjalanan ini bukan perjalanan jauh seperti telah disebutkan tadi. Kejadian itu terjadi di tempat Rasulullah Saw terakhir duduk shalat di Masjidil Aqsa Palestina, karena ruang berdimensi 4, 5 dan seterusnya itu persis berada di sebelah kita, hanya kita tidak melihatnya dan tidak bisa mencapainya.

Wajar saja perjalanan Isra Miraj Rasulullah Saw dari Mekkah ke Palestina dan kemudian dilanjutkan dengan perjalanan ke Sidratul Muntaha hanya terjadi dalam semalam. Bayangkan dalam zaman ketika pemahaman manusia tentang sains dan teknologi belum seperti sekarang, seorang Abu Bakar Ash Shiddiq Ra. Sahabat yang suci bisa beriman dan menerima kebenaran cerita Rasulullan Saw tanpa sanggahan.

Begitu dekatnya jarak alam dunia (langit pertama) dengan alam akhirat (langit ketujuh) yang sangat dekat sudah digambarkan oleh hadist dari Jabir bin Abdullah. Ketika itu Rasulullah Saw didatangi oleh lelaki berwajah bersih dan berbaju putih (yang ternyata adalah malaikat Jibril as yang memasuki dimensi alam manusia) :

Bertanya orang itu lagi (yakni Jibril as), “Berapakah jaraknya dunia dengan akhirat?” Bersabda Rasulullah SAW, “Hanya sekejap mata saja.”
Wallahua’lam

Sumber:  http://www.mosleminfo.com/index.php/islamia/isra-miraj-dalam-kacamata-sains-modern/

0 comments:

Post a Comment